4 Rekor Pebulu Tangkis Indonesia yang Sulit Dipecahkan, Salah Satunya Legenda Juara All England

Taufik Hidayat meraih medali emas Olimpiade 2024 Athena. (Foto/Olympic.com)

LUDUS – Pebulu tangkis Indonesia pernah menorehkan rekor gemilang di berbagai ajang internasional, seperti All England, Sudirman Cup, Thomas-Uber Cup hingga Olimpiade. Di balik sederet prestasi gemilang itu, peran Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) sangatlah sentral.

Berdiri sejak 1951, PBSI telah menjadi mesin pembinaan atlet-atlet elite, membentuk karakter juara sejak usia dini hingga mengantarkan ke podium dunia. Puncaknya, pada Olimpiade 1992 Barcelona saat Susi Susanti dan Alan Budikusuma mempersembahkan emas pertama bagi Merah Putih.

Bahkan ada sejumlah prestasi yang sudah ditorehkan pebulu tangkis Indonesia yang sulit dipecahkan sampai sekarang. Berikut empat rekor legendaris yang masih bertahan hingga hari ini:

1. Rudy Hartono – 8 Gelar All England

Rudy Hartono saat meraih juara All England era 1970an. (Foto/Djarum Badminton)

Rudy Hartono adalah ikon bulu tangkis Indonesia dan dunia. Dia memulai karier profesionalnya di panggung internasional pada akhir 1960-an, dan langsung mencuri perhatian dengan gayanya yang elegan namun mematikan di lapangan.

Pada tahun 1968, di usianya yang baru menginjak 18 tahun, Rudy sukses menjuarai All England, mengalahkan juara bertahan Tan Aik Huang dari Malaysia. Gelar tersebut bukan hanya membuatnya terkenal, tetapi juga menandai dimulainya dominasi di ajang bergengsi tersebut.

Baca juga: All England 2025: Leo/Bagas Runner Up, Ganda Putra Korea Patahkan Dominasi Indonesia

Tak tanggung-tanggung, Rudy Hartono berhasil mempertahankan gelarnya selama tujuh tahun berturut-turut, dari 1968 hingga 1974. Catatan ini menjadi rekor dunia yang belum pernah disamai oleh pebulu tangkis tunggal putra manapun, bahkan hingga saat ini.

Pada tahun 1975, rentetan kemenangannya terhenti setelah Rudy Hartono dikalahkan Svend Pri dari Denmark. Namun Rudy membalas kekalahan itu di tahun 1976 dengan kembali merebut gelar juara, menjadikan total kemenangannya di All England menjadi delapan kali.

Rekor delapan gelar ini telah berusia hampir lima dekade, dan hingga hari ini belum ada pemain tunggal putra lain, baik dari China, Denmark, maupun Jepang, yang mampu mendekatinya.

2. Taufik Hidayat – Peringkat Satu Dunia Termuda

Taufik Hidayat meraih medali emas Olimpiade 2024 Athena. (Foto/Olympic.com)

Taufik Hidayat merupakan pebulu tangkis yang memiliki teknik paling komplet dalam sejarah bulu tangkis Indonesia. Dia mengawali karier internasionalnya sejak usia belia, dan pada usia 17 tahun. Dia sudah mampu menjuarai Kejuaraan Asia Junior di Manila, Filipina.

Tahun berikutnya, Taufik langsung tancap gas dengan menjuarai turnamen Brunei Open 1998 dan menjadi kampiun Indonesia Open 1999. Prestasi ini menunjukkan dia bukan sekadar pemain muda potensial, tetapi juga kandidat juara dunia masa depan.

Baca juga: Jadi Wamenpora, Ini Misi Taufik Hidayat

Puncak dari ledakan karier awal Taufik terjadi pada tahun 2000 ketika menempati peringkat satu dunia di usia 19 tahun. Capaian ini menjadikannya pemain termuda dari Indonesia yang pernah menduduki posisi puncak dalam daftar ranking BWF.

Selain kecepatan dan kelincahan, senjata utama Taufik terletak pada pukulan backhand-nya yang luar biasa. Dia mampu melakukan smash tajam hanya dengan pukulan backhand, teknik yang sangat jarang dikuasai oleh pemain tunggal.

3. Mia Audina – Peraih Medali Olimpiade Termuda

Mia Audina ketika berlaga di ajang Olimpiade 1996 Atlanta. (Foto/Olympic.com)

Mia Audina Tjiptawan menorehkan prestasi saat masih sangat belia, yakni 14 tahun. Saat itu dia dipercaya masuk dalam skuad utama tim Uber Cup Indonesia pada tahun 1994.

Awalnya banyak yang meragukan karena dianggap terlalu muda untuk bertarung di level senior. Namun Mia membungkam semua keraguan lewat penampilan luar biasa di partai puncak.

Dalam laga final Piala Uber 1994 melawan China, Mia menjadi penentu kemenangan Indonesia setelah mengalahkan Zhang Ning, pemain senior yang jauh lebih berpengalaman. Dalam pertandingan yang berlangsung ketat, Mia menang dengan skor 11-7, 10-12, dan 11-4.

Baca juga: Gregoria Mariska Tunjung Sudahi Puasa Medali Tunggal Putri di Olimpiade

Kemenangan tersebut tidak hanya mengantarkan Indonesia menjadi juara, tetapi juga mencatatkan nama Mia Audina sebagai pemain termuda yang menjadi pahlawan Uber Cup.

Dua tahun kemudian, pada 1996, Mia kembali menjadi bagian dari tim juara Uber Cup. Dia menunjukkan konsistensi luar biasa meskipun usianya masih 16 tahun. Tak hanya itu, di Olimpiade Atlanta 1996, Mia Audina menembus partai final tunggal putri dan meraih medali perak setelah dikalahkan Bang Soo-hyun dari Korea Selatan.

Meski kemudian Mia memilih pindah ke Belanda dan membela negara tersebut, kiprahnya saat memperkuat Indonesia tetap dikenang sebagai salah satu momen paling heroik dalam sejarah bulu tangkis.

4. Kevin Sanjaya/Marcus Gideon – 7 Gelar Superseries Semusim

Kevin Sanjaya/Marcus Gideon tampil di Olimpiade 2020 Tokyo. (Foto/NOC Indonesia)

Pasangan ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Marcus Fernaldi Gideon, atau yang dikenal dengan julukan “The Minions”, mencatat sejarah pada tahun 2017 dengan meraih tujuh gelar Superseries BWF dalam satu musim kompetisi.

Mereka membuka tahun dengan luar biasa lewat kemenangan di All England, India Open, dan Malaysia Open—tiga turnamen besar yang langsung menegaskan dominasi mereka.

Baca juga: Kevin Sanjaya Pensiun, ‘Minions’ Resmi Bubar

Setelah sempat mengalami masa tanpa gelar di pertengahan tahun, Kevin/Marcus kembali bangkit dan menguasai sisa musim. Mereka menjuarai Japan Open, China Open, Hong Kong Open, dan menutup tahun dengan gelar Dubai Finals.

Dalam total 13 turnamen Superseries yang diikuti sepanjang tahun 2017, mereka tampil di sembilan final dan hanya kalah dua kali, yaitu di Korea Open dan Denmark Open. Rekor tujuh gelar Superseries dalam satu tahun menjadikan Kevin/Marcus sebagai pasangan ganda paling sukses dalam sejarah BWF dalam satu musim.

Dominasi mereka tak hanya dilihat dari jumlah gelar, tapi juga gaya bermain mereka yang cepat, agresif, dan penuh kreativitas. Prestasi tersebut juga menghasilkan hadiah total lebih dari 4,9 miliar rupiah hanya dalam satu musim.

Laporan: Gerry Putra


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.