
Duka kembali menghampiri jagat sepak bola Jerman. Belum reda betul kesedihan setelah Franz Beckenbauer meninggal dunia pada awal Januari lalu, kini giliran murid Beckenbauer, yaitu Andreas Brehme yang berpulang pada Selasa (20/2) WIB.
Pasangan Brehme, Susanne Schaefer mengatakan kepada kantor berita Deutsche Presse-Agentur (DPA), Brehme meninggal dunia akibat serangan jantung. Mantan pemain Inter Milan itu mengembuskan nafas terakhir pada usia 63 tahun.
Bayern Muenchen, klub yang pernah dibela Brehme pada 1986-1988 dan juara Bundesliga pada 1987, mengucapkan turut berduka cita atas berpulangnya Brehme.
“FC Bayern sangat terkejut atas kematian mendadak Andreas Brehme. Kami akan selalu mengenang Andreas Brehmen di dalam hati – sebagai seorang juara dunia dan terlebih sebagai orang yang sangat spesial. Dia akan selalu jadi bagian keluarga FC Bayern. Beristirahatlah dalam damai, Andi,” demikian bunyi pernyataan resmi Bayern Muenchen melalui situs klub.
Ucapan duka cita mendalam juga datang dari 1. FC Kaiserlautern.
“Keluarga FCK berada dalam kesedihan mendalam dan duka kami tertuju kepada kerabat dan sahabat Andi Brehme. Kami akan menghormati kenangannya,” tulis Kaiserlauter di media sosial “X”.
Ketika berkarier, pria kelahiran Hamburg itu tampil sebanyak 319 kali bagi Kaiserlautern, 242 laga di antaranya dimainkan di Bundesliga.

Pahlawan Jerman
Nama Andreas Brehme begitu harum di Jerman. Tak terbantahkan, Brehme adalah pahlawan yang menjadi penentu saat Jerman (saat itu masih bernama Jerman Barat) menumbangkan Argentina 1-0 di final Piala Dunia 1990.
Gol penalti Brehme pada menit ke-85, membuat Tim Panser berhak atas titel juara dunia untuk kali ketiga. Ada kisah unik di balik mengapa Brehme menjadi eksekutor penalti kala itu.
Sebetulnya, Rudi Voller yang dilanggar pemain Argentina, disiapkan jadi algojo penalti. Namun, menurut Brehme, pemain yang dilanggar sebaiknya tidak jadi penendang penalti.
Adapun Lothar Matthaus yang jadi opsi pertama merasa tidak siap akibat sepatunya terasa tidak nyaman. Maka, Brehme yang dinilai paling siap secara psikologis.
Voller pun berbisik kepada Brehme, “Jika Anda mencetak gol, kita akan jadi juara dunia.” Brehme yang percaya diri menuntaskan tugasnya dengan sempurna melalui sepakan kaki kanan.
Di Piala Dunia 1990, Brehme total mencetak tiga gol. Dia hanya terpaut satu gol dari Lothar Matthaus yang jadi pencetak gol terbanyak timnas Jerman.

Mimpi masuk timnas Jerman
Sejak kecil, Brehme sudah bercita-cita untuk jadi pesepak bola dan masuk tim nasional Jerman. Ketika berusia lima tahun, Brehme bergabung dengan klub amatir HSV Barmbek-Uhlenhorst di Hamburg. Brehme berjumpa pemain timnas Jerman, Uwe Seeler dan sempat bersalaman. Bocah Brehme begitu bangga.
Di tim amatir itu, Brehme memainkan 560 laga dan mendapat sertifikat perpisahan pada 1979 dengan enam gelar juara. Dia kemudian bergabung dengan 1. FC Saarbrucken di kasta kedua Bundesliga Selatan pada musim 1980-1981.
Talenta bek berambut pirang itu akhirnya ditemukan oleh 1. FC Kaiserslautern. Dengan kemampuannya bermain di posisi bek kiri dan kanan yang sama baiknya, juga di posisi gelandang, Brehme jadi pemain inti di tim. Para penggemar Kaiserslautern pun menyukai dirinya. Selama periode 1981-1986, Brehme mencetak 34 gol dari 154 penampilan.
“Jika Anda tampil dengan tulus di Lautern meski tidak cemerlang, Anda akan tetap dapat dukungan dari para penggemar,” ujar Brehme.
Pada 1984, Brehme dipanggil masuk ke timnas Jerman. Impian yang akhirnya terwujud. Dua tahun berselang, Bayern Muenchen berhasil membujuk Brehme untuk bergabung. Meski berhasil menjadi juara Jerman pada 1987, Brehme tidak senang dilatih oleh Jupp Heynckes. Maka pada 1988, ia menyusul Lothar Matthaus dari Muenchen ke Milan.

Di Inter Milan, Brehme bermain seperti pemuda yang begitu bangga terpilih ke dalam tim inti. Dia bekerja keras sehingga mendapat penghargaan “Pemain Terbaik Musim Ini” dari para penggemar Inter. Selama empat tahun di Inter, Brehme mampu mencetak 11 gol dari 116 penampilan.
Piala Dunia di Italia pada 1990 jelas jadi hal yang menggembirakan bagi Brehme karena dia sudah mengenal lingkungannya. Dia lebih percaya diri. Striker Jerman, Rudy Voller, sampai berkata “Kalau Anda memasukkan dia (Brehme), kita akan jadi juara dunia.”
Kepercayaan Voller senada dengan pelatih timnas Jerman saat itu, Franz Beckenbauer. Bahkan, Brehme tercatat sebagai satu dari lima pemain yang paling sering dimainkan di era kepelatihan Beckenbauer. Tercatat, Brehme memainkan 49 laga di era “Sang Kaisar”.
Wajar apabila para pelatih dan rekan setim begitu mengagumi Brehme. Dia fasih menggunakan kaki kiri dan kanan, piawai melepaskan umpan silang akurat, tendangan bebas dan tendangan penaltinya juga mematikan. Brehme disebut sebagai pionir pemain bertahan modern. Bagi mantan kapten timnas Jerman, Phillip Lahm, Brehme adalah panutan dalam bermain.
Brehme menutup karier sepak bolanya dengan gemilang. Dia membawa Kaiserslautern juara Bundesliga II pada 1997 dan semusim berselang mengantar Kaiserslauter menjuarai Bundesliga 1998.

Terlilit masalah ekonomi
Kegemilangan Andi Brehme sebagai pemain, tidak berlanjut saat dia menjadi pelatih. Di Kaiserslautern (2000-2002), SpVgg Unterhaching (2004-2005), dan VfB Stuttgart (asisten pelatih, 2005-2006), semuanya berakhir dengan pemecatan.
Pada 2014, Brehme sempat terlilit masalah ekonomi akibat manajemen keuangan yang buruk. Dia memiliki utang mencapai Rp3,8 miliar.
Mantan anak asuh Brehme di SpVgg Unterhaching, Olver Straube, kemudian datang menawarkan pertolongan. Namun, Straube hanya dapat menawarkan pekerjaan sebagai tukang membersihkan toilet di perusahaannya.
Bagi Straube, tawaran itu dapat membuat Brehme menyadari arti melakukan kerja nyata, sekaligus memperbaiki citranya. Namun, tawaran itu ditertawakan publik dan dinilai sebagai penghinaan.
Kini Andreas Brehme sudah terbebas dari rasa sakit dan masalah ekonomi. Dia sudah bisa bertemu dengan para legenda sepak bola yang telah mendahuluinya. Selamat jalan, Andi Brehme.