Cucu Artis Jadi Atlet

Alimah Taqiyah Teezar

Saya menulis untuk memberi tahu  bahwa kamu akan menjadi seseorang yang tidak pernah kamu bayangkan. Atas pilihan ayah ibu kamu dan akhirnya menjadi pilihanmu.

Sekarang, kamu mungkin sedikit bertanya-tanya. Saya dapat membayangkan kamu berdiri  di sana, di tengah lapangan, terik, dan memegang bola, seperti waktu kecil, di ruangan ber-AC, kamu memegang boneka barbie kesukaanmu, yang dibelikan orangtuamu. Sangat mencintai. Takut kehilangan

Dan saya berani mengatakan bahwa pada akhirnya, kamu akan menyimpan boneka yang disukai gadis kecil pada umumnya, dan akan membawa bola kecil, bats – alat pemukul, dan gloves, yang hampir setiap hari menjadi teman baikmu, ke dalam hatimu. Membawanya bersama kehidupan dan masa depanmu.

Percayalah, di tempat yang sangat indah itu, sofbol, sudah menjadi kebahagiaan luar biasa dalam kehdiupan kamu. Saya tahu itu. Sebab pada akhirnya, kamu juga tahu bahwa betapa pentingnya sofbol yang bisa membawa pengaruh yang sangat baik dalam kehidupanmu dan akan menggiring nasibmu dalam kesuksesan.

Tanda-tanda itu, sudah saya lihat jauh sebelum kamu seperti sekarang ini: bintang sudah ada dalam diri kamu!

Foto: wahyu purwadi/ludus.id

Kamu kemudian bercerita. Tanpa wajah tertekan. Kamu sudah menikmati sofbol. Dengan sadar dan dengan rasa bahagia akhirnya kamu menuturkan perjalanan awal pertama mengenal sofbol.

“Karena disuruh. Belum suka. Bahkan dipaksa. Untuk ke lapangan dan menjalani latihan panjang dan keras. Tapi lama kelamaan, saya melihat banyak manfaat yang bisa didapat dari olahraga softbol untuk kehidupan di lingkungan kerja nanti. Seperti bekerja dalam tim. Karena sofbol adalah olahraga tim. Kita dalam bermain tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi kita memikirkan orang lain”

foto: wahyu purwadi/ludus.id

Aku mempunyai jiwa kompetitif, dan untuk memanfaatkan itu, aku menjadi atlet supaya bisa berkompetisi dan menjadi yang terbaik

“Saya akan berlatih lebih keras lagi supaya bisa masuk tim nasional dan bermain di liga internasional seperti SEA Games dan Asian Games”

Ia, Alimah Taqiyah Teezar. Masih muda. Masih punya banyak mimpi. November tahun lalu, baru lepas dari usia tujuh belas tahun. Sepanjang masa remajanya, ia memang banyak hidup di lapangan sofbol. Sejak usia 11 tahun dan hingga kini, hingga ia menjadi pitcher andalan tim U23 DKI Jakarta.

Alimah Taqiyah Teezar. Itu namanya. Yang sudah saya tuliskan berulang-ulang. Dan tadi ia mengaku punya jiwa kompetitif sejak belum menjadi atlet. Punya tatapan tajam. Menyiratkan bahwa ia gadis pandai, pekerja keras, ulet, punya kekuatan, ambisi, dan punya power endurance. Saya, sepaham dengan pelatihnya, Dikdik Fauzi Dermawan. Melihat hal yang sama. Menyebut, apa yang dimiliki Alimah adalah syarat lengkap untuk jadi pitcher masa depan Indonesia.

“BERUNTUNG SAYA DIKELILINGI OLEH ORANG-ORANG YANG SAYANG DAN MENDUKUNGKU”

Bersama Teezar Sjamsuddin, ayahnya dan Vivi Mustofa, ibunya, yang setiap hari menemani berlatih

Keluarga besar Alimah Taqiyah Teezar

Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id

Memulai dikenalkan olahraga oleh ayahnya. Yaitu olahraga sepatu roda. Masuk klub Vini Vidi Vici. Tiga tahun menjadi atlet sepatu roda. Pernah juara nomor 1000 meter di Jakarta Open. Kemudian juara 3.500 meter di Yogyakarta Open.

Asma yang dideritanya, membuat mundur dari olahraga itu. Alasannya sangat masuk akal: napasnya tak maksimal. Oleh ayahnya, dicoba sofbol, olahraga yang sering dilakukan keluarga Sjamsudin, sang kakek, ayahnya, dan keluarga besarnya.

Ternyata, ada bakat Alimah di sana. Oleh pelatihnya, di klub Garuda Jakarta, Alimah dilatih menjadi pitcher. Berkembang pesat. Hingga akhirnya dipercaya menjadi tim sofbol DKI Jakarta, yang mengikuti berbagai turnamen, di antaranya PON XX Papua. Alimah sudah merasakan banyak kemenangan.

“Kemenangan adalah hasil yang setara dengan apa yang sudah kita perjuangkan dengan kerja keras, integritas, dan komitmen. Dengan semua kerja keras memperjuangkan kemenangan, kita akan mendapatkan hasil yang maksimal. Jika dalam suatu kompetisi kita belum mendapat kemenangan, berarti masih ada orang diluar sana yang lebih kerja keras daripada kita”

Sofbol menggiring takdirnya pada keadaan yang serba memudahkan, karena sudah tahu apa yang harus dilakukan dalam menjalani hidupnya. Tapi masa remajanya, juga memaksa untuk tetap pada batas yang dilakukan untuk anak seusinya.

Ia cerdas. Saya mendapat kabar, bahwa ia lulus dengan ranking 1 di kelas akselerasi, dengan waktu dua tahun menamatkan pendidikannya di SMU 3 Al-Azhar Pusat. Kemudian, sekarang, baru saja tercatat sebagai mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) jurusan manajemen melalui jalur prestasi.

Artinya,sofbol,  salah satunya, sudah memberikan jalan buat masa depannya.

“Selain mendapatkan medali dan sertifikat penghargaan, saya juga mendapatkan banyak pelajaran. Seperti bekerja dalam tim, time management, menyelesaikan suatu konflik, dan yang lebihnya. Sebagai atlet hal penting yang saya latih adalah mental. Saya belajar bagaimana melawan diri sendiri dalam suatu pertandingan. Bagaimana kita harus melawan rasa takut dan tidak percaya diri yang mengurangi performa kita”

Dan, membayangkan perjalannya sebelum itu, pastilah sangat rumit. Sebab, bagaimana ia harus bangun pagi, latihan, sekolah, dan latihan lagi, Rutinitas yang tak mudah. Latihan, tetapi ada kalanya masih memikirkan tugas-tugas sekolahnya yang belum selesai dikerjakan. Ia hingga detik ini, sudah melewati dan melawan dilema, untuk akhirnya fokus pada keduanya dalam kesempatan yang berbeda: fokus sekolah pada saat sekolah dan fokus latihan atau bertanding pada saat berada di lapangan.

Bersama sang nenek, artis besar Indonesia, Yati Octavia

Alimah Taqiyah Teezar. Kakeknya, atau bapak dari ayahnya, dulu fotografer terkenal. Bapaknya pekerja seni. Tapi paksaan awal orangtuanya untuk berlatih sofbol, menggiring nasib dan takdir menuliskannya sebagai atlet. Bukan menjadi artis. Seperti neneknya, artis besar, legenda perfilman nasional, bernama Yati Octavia.

“Saya gak punya kepercayaan diri untuk tampil di layar kamera.”

“TAPI SUATU SAAT SAYA AKAN MENJADI ARTIS”

foto: wahyu purwadi/ludus.id

awal-awal takut karena stereotipe banyak orang adalah kalo cantik harus berkulit putih, tapi sekarang aku mikir berkulit gelap juga cantik. karena semua orang cantik in their own ways.

“Yang saya kejar sekarang adalah bagaimana saya bisa tampil di Pekan Olahraga Nasional mendatang”

Tentu saja, tampil di PON adalah jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya menjadi atlet sofbol nasional, untuk bisa tampil di arena SEA Games maupun Asian Games.  Konsekuensinya, adalah ia akan pulang pergi Jogjakarta – Jakarta – Jogjakarta setiap akhir pekannya. Untik berlatih bersama klub dan daerahnya. Atau setiap liburan semester.

Tapi, bukan Alimah Taqiyah Teezar namanya. Saya mengenal dengan baik perjuangan dan perjalanan karier sang legenda Yati Octavia, neneknya, di dunia hiburan Indonesia, hingga menjadi artis besar. Saya juga mengenal baik bagaimana ayahnya berkarier sebagai pekerja seni. Sehingga saya pun menjadi tahu bahwa bagaimana Alimah mengartikan sebuah perjuangan untuk meraih kesuksesan.

Sebab, Alimah yang akhirnya saya kenal sebagai remaja beranjak dewasa ini, disebut-sebut sebagai pticher potensial masa depan, dan dengan prestasinya, dia akan melawan semua orang yang menghalangi untuk wujudkan mimpi-mimpinya.

Alimah Taqiyah Teezar, sekarang bola ada di tangan kamu. Semua tergantung kepada kamu. Sebab, takdir sudah membuka jalan lebar untuk  bisa  memilih: menjadi atlet, artis, atau atlet yang menjadi artis?

Yang kamu harus tahu sekarang, adalah kesempatan ini, tak semua orang punya!

foto: wahyu purwadi/ludus.id


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

1 thoughts on “Cucu Artis Jadi Atlet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.