“Kekurangan fisik bukan alasan untuk berhenti melakukan apa yang kita sebenarnya bisa, tapi justru menjadi motivasi hidup yang kita buktikan dengan prestasi”

Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id
Kalimat ini akan terus dikenang. Kalimat yang keluar dari legenda para tenis meja Indonesia, Dian David Michkael Jacobs, berusia hampir 46 tahun, kelahiran Ujung Pandang 21 Juni 1977, yang pada Jum’at (28/4/23) pukul 04.30 WIB, menghadap TuhanNya, di rumah sakit Husada, Jakarta Pusat.
Kepergian David pertama kali dikabarkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) National Paralympicc Committee (NPC) Indonesia, Rima Ferdianto. Kabar kepergiaannya pun sontak membuat banyak orang terkejut. David Jacobs ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di tepi rel kereta api antara stasiun Gambir dan stasiun Juanda. Diketahui, dirinya hendak berangkat menuju Solo guna menyambangi keluarga besarnya dengan menggunakan kereta api. Duka kepergiannya, menimbulkan luka yang begitu dalam bagi dunia olahraga nasional. Juga bagi keluarganya.
Dan, salah satu yang merasa sangat terpukul atas kepergian David adalah Pierre Jacobs, kakak laki-laki yang begitu dekat dengan mendiang David. Bahkan Pierre pun sempat menulis buku bernuansa motivasi, dan menjadikan sosok adik bungsunya tersebut sebagai inspirator.

Dan, benar, bahwa David selalu menyampikan kata-kata inspiratif di kesempatan apapun. Dan, jelas, bahwa kata-kata itu adalah lahir dari perjalanan panjang hidupnya sebagai atlet hebat, yang hingga masa hidupnya, masih menjalani tugas negara: sebagai atlet para tenis meja.
Pernah dibully, pernah direndahkan, pernah dipandang sebelah mata, dan pernah tak dianggap. Sejak kecil, sejak remaja dan sejak ia belum berprestasi seperti sekarang ini. Pernah minder. David pernah menegaskan begitu. Pernah juga tidak percaya diri. Ia pun mengakuinya. Dia lahir punya masalah fungsional pada tangan kanannya. David kemudian dikenal sebagai atlet penyandang disabilitas.
Perjalanan hidup yang termasuk mengnispirasi kakaknya. Pierre menceritakan bagaimana David di dalam keluarga, bagaimana adiknya begitu dekat dengan sang ibu.

Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id
“David itu pendiam sebenarnya, cuma apa yang dia tahu, dia bisa bicara memang. Cuma dia pendiam, bersama keluarga bicara secukupnya tapi sangat bermakna. Hal-hal rohani sangat diperhatikan, kebutuhan saudara-saudaranya juga sangat ia perhatikan.
Kalau ada yang membutuhkan bantuan maka dia tak akan segan membantu, dan selalu itu. Dan satu hal yang saya salut dari dia, dia selalu sayang dengan mama kita. Semua sayang (mama), tapi dia itu hampir setiap hari telepon, tanya kabar, dan rutin. Kita bisa saja kunjungi mama sekali-sekali. Saya merasa David itu bagi saya saudara tertua dalam percontohan hidup.
Jadi walaupun paling bungsu tapi kualitasnya memang menyatukan keluarga. Bung itu paling dekat (dengan mama) karena dari dulu tangannya itu memang dari kecil punya cacat. Dan dari dulu mama antar dia ke rumah sakit untuk diterapi, jadi memang kedekatan dengan mama luar biasa”
— PIERE JACOBS, Kakak Kandung —

Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id
Sebagai seorang atlet yang rutin mengukir prestasi dan mengharumkan nama bangsa serta negara, mendiang David pun mendapatkan apresiasi dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo. Dito mengatakan David merupakan sosok pahlawan.
“Kita sangat bersedih dan berduka, apalagi kita tahu beliau meninggalkan kita sesaat setelah beliau mengurus visa untuk ke Slovenia. di mana Slovenia itu beliau mau memperjuangkan untuk lolos ke paralimpiade Paris 2024. Jadi, beliau sudah banyak membawa harum nama bangsa kita, dan makanya saya tidak berlebihan kalau kepergian dia kita sebut sebagai pahlawan dari olahraga”
— MENPORA DITO ARIOTEDJO —

Foto: Dok. NPC Indonesia
“Semua orang itu tahu kalo kak David itu orang yang sangat baik sekali ke semua orang, sama juniornya pun dan orang yang lebih tua. Sebagai atlet, dia sangat disiplin dan profesional.
Walaupun beliau lebih tua dari saya, dia tetap menghormati saya. Momen yang tidak akan terlupakan bersama beliau itu waktu di Paralympic Tokyo. (Saat itu) ketertinggalan kak David skor menjadi 7-10, dan akhirnya point bisa menjadi 10-10, terjadilah duece. Sampai akhirnya, point menunjukan skor 17-15 kemenangan untuk beliau.
Dan saya sempat menanyakan kepada beliau, apa yang kak David lakukan pada saat tertinggal point tadi? Beliau menjawab, saya berdoa kepada Tuhan untuk tidak putus asa, tidak menyerah dan saya berusaha.
Dan waktu itu beliau juga sering bilang begini “kita lakukan bagian kita, selebihnya kita serahkan ke Tuhan”. Dan waktu itu saya memeluk beliau, menangis sejadi-jadinya. Karena bagi saya itu hal mustahil, dari ketertinggalan point tadi itu, semua itu berkat doa. Mungkin pengalaman bersama beliau yang tidak akan saya lupakan seumur hidup”
— BAYU WIDHIE, Pelatih Para Tenis Meja —

Foto: Wahyu Purwadi/ludus.id
“Kami seperti saudara sendiri. Sudah puluhan tahun sama saya. Kita sering berdua, sudah ikut kejuaraan ratusan kali sama David, enggak terhitung. Satu kamar bareng, tiap hari komunikasi, latihan program bagaimana supaya dia bisa berprestasi di Paralimpiade Paris.
Kita itu biasanya susah nyuruh atlet latihan, tapi kalau David itu, susah menyuruh dia berhenti latihan. Dia selalu bilang ‘saya masih kuat, saya masih bisa kuat’. Sudah superstar tapi pada siapapun dia humble banget, rendah hati. Kalau membantu siapapun enggak pernah ngomong, tapi orang yang dibantu sering ngomong ke saya. Dia membantu orang tak pernah ngomong”
— RIMA FERDIANTO, Sekjen NPC Indonesia —

Foto: Istimewa
Kini, sang pahlawan olahraga, yang sering dipanggil Si Bung itu telah dikebumikan di TPU Kampung Kandang, Jakarta Selatan pada Senin (1/5/23) pagi. Ia pergi tak hanya meninggalkan ibunya, Neelece Jacobs, sang istri Jeanny Inggrid Palar dan juga keempat anaknya: Bravely Daveson Jacobs, Brigusto Devano Jacobs, Brielle Damouraliza Jacobs dan Jannel Davio Jacobs, tapi juga meninggalkan banyak kenangan dan membawa mimpi-mimpinya yang belum terwujud, membawa banyak gagasan-gagasan untuk menerus menciptakan atlet hebat dan berprestasi.
Ada dua mimpi yang terus ia bawa kemana-mana. Yang pernah disampaikan kepada LUDUS.ID. Yang belum terwujud hingga akhir hayatnya. Pertama adalah harus mewujudkan keinginannya untuk membina atlet-atlet muda di DJ Academy yang saat ini sedang dirintisnya.
“Kedua, Paralympic Games Paris 2024 juga tetap menjadi prioritas saya untuk meraih prestasi lebih tinggi lagi!”

Info Grafis: Tim Ludus
Tapi, sang pahlawan olahraga, yang juga Ketua Pengurus Provinsi Para Tenis Meja DKI Jakarta ini, telah meninggalkan prestasi yang akan abadi di dalam dunia olahraga Indonesia. Akan terus dicatat dalam sejarah sepanjang masa dalam perjalanan prestasi para tenis meja Indonesia dan dunia.
Selamat Jalan, David Jacobs. Terima kasih atas dedikasimu untuk bangsa ini. Pahlawan akan hidup selamanya, bersemayam di hati para pecinta dan pelaku olahraga Indonesia dan dunia!
LAPORAN: Kurniawan Fadilah