
Raja Sapta Oktohari didampingi Komite Eksekutif Josephine Tampubolon dan Wakil Sekretaris Jenderal III NOC Indonesia Daniel Loy (Foto: NOC Indonesia)
LUDUS – Ada yang berubah dalam wajah diplomasi olahraga Indonesia. Tak lagi hanya soal mengirim atlet ke multievent dan membangun venue di dalam negeri, tapi kini juga tentang menyambung tangan dengan tokoh-tokoh utama dunia olahraga global. Dari kolam renang hingga lintasan es, dari Afrika ke Tiongkok, dari Kuwait ke Costa Navarino—diplomasi olahraga Indonesia sedang bertumbuh menjadi kekuatan lunak yang makin diperhitungkan.
Tiga nama besar dalam satu pekan: Husain Al-Musallam, Zhang Hong, dan Kirsty Coventry. Tiga tokoh dunia, tiga cabang berbeda, dan satu benang merah: keyakinan akan potensi Indonesia. Di Kuwait City, Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia), Raja Sapta Oktohari, menemui mereka satu per satu—dengan misi membawa olahraga Indonesia keluar dari bayang-bayang regional dan menapaki panggung global. Pertemuan itu berlangsung di sela-sela General Assembly Olympic Council Asia (OCA) di Kuwait City (12/5).

Okto bersama Presiden World Aquatics, Husain Al-Musallam (Foto: NOC Indonesia)
Pertemuan dengan Presiden World Aquatics, Husain Al-Musallam, terasa istimewa bukan hanya karena digelar di kediaman pribadinya, tetapi juga karena isi perbincangan yang penuh substansi. Al-Musallam, yang juga Direktur Jenderal OCA, menyatakan komitmennya mendukung peningkatan prestasi renang Indonesia—sebuah dukungan yang datang tepat saat Indonesia mulai serius membangun peta jalan akuatik nasional.
“Indonesia punya potensi besar di olahraga air,” ujar Al-Musallam. “Kami siap memberikan program pelatihan dan mendukung penyelenggaraan event internasional di Indonesia.”
Dukungan itu ditangkap cepat oleh Okto—sapaan akrab Raja Sapta Oktohari—yang menegaskan bahwa Indonesia terbuka untuk menjadi tuan rumah event besar dan siap bermitra dengan federasi global. “Tinggal menunggu Aquatic Indonesia untuk lebih proaktif,” kata Okto. “Kesempatan itu ada, tinggal kita berani mengambilnya.”

Presiden NOC Indonesia Raja Sapta Oktohari dan Zhang Hong, legenda speed skating Tiongkok yang kini menjadi anggota IOC (Foto: NOC Indonesia)
Jika air adalah akar sejarah, maka es adalah mimpi baru. Dalam kesempatan yang sama di Kuwait, Okto juga bertemu dengan Zhang Hong, legenda speed skating Tiongkok yang kini menjadi anggota IOC. Zhang—yang masih memegang rekor dunia nomor 500m dan 1000m—bukan hanya datang membawa prestasi, tapi juga semangat berbagi.
Zhang menyampaikan dukungannya secara konkret: beasiswa pelatihan, akses ke fasilitas elite Tiongkok, dan kerja sama pengembangan olahraga musim dingin, dari hoki es hingga curling.
“Saya yakin Indonesia punya potensi besar. Saya akan bantu membuka jalan ke Winter Olympics,” kata Zhang.
Ambisi NOC Indonesia tak main-main: dalam lima tahun, mereka menargetkan ada atlet Indonesia yang lolos kualifikasi Olimpiade Musim Dingin. Sebuah tujuan yang mungkin terdengar ambisius, tetapi bukan tak mungkin dalam era iklim yang berubah dan tekad yang mengeras.

Raja Sapta Oktohari melakukan diplomasi dengan Kirsty Coventry, Presiden IOC terpilih yang baru (Foto: NOC Indonesia)
Namun puncak dari misi diplomasi olahraga ini terjadi saat Okto bertemu Kirsty Coventry, Presiden IOC terpilih yang baru dilantik Maret lalu. Perempuan Afrika pertama yang terpilih sebagai Presiden IOC pada 20 Maret 2025, dalam sesi ke-144 IOC di Costa Navarino, Yunani. Mantan perenang asal Zimbabwe ini meraih 49 suara dari 97 suara yang sah dalam satu putaran utuk mengalahkan tujuh kandidat lainnya.
Di balik simbol persahabatan itu, pertemuan mereka membahas hal-hal yang lebih besar: peran aktif Indonesia dalam inisiatif global IOC, penguatan nilai-nilai Olimpiade di Indonesia, dan peluang membangun kerja sama jangka panjang.
“Saya mengundang beliau ke Indonesia, untuk melihat sendiri kekuatan olahraga kita,”
Kehadiran Coventry ke Indonesia, bila terwujud, bisa menjadi simbol kuat: bahwa Indonesia tidak hanya memproduksi atlet, tapi juga menjalin diplomasi, menawarkan kolaborasi, dan memimpikan panggung yang lebih besar—panggung dunia.
Dalam waktu singkat, NOC Indonesia telah mengikat hubungan strategis dengan tiga tokoh berpengaruh dalam dunia olahraga internasional. Ini bukan sekadar pertemuan, tapi investasi jangka panjang. Investasi dalam kepercayaan, dalam kemitraan, dan dalam cita-cita.
Sebab pada akhirnya, membangun olahraga bukan hanya soal medali. Ini juga tentang membangun jembatan—antara air dan es, antara Jakarta dan Lausanne, antara mimpi dan kenyataan.
Dan pekan itu di Kuwait City, jembatan-jembatan itu mulai dibangun. (*)