
Atlet soft tenis Indonesia, Dwi Rahayu Pitri, saat tampil di Kejurnas Soft Tenis 2024.
Begitu banyak kisah yang muncul dari perjuangan seorang atlet untuk mencapai titik kesuksesannya masing-masing. Salah satu yang cukup menarik hadir dari perjalanan karier Dwi Rahayu Pitri.
Dari sekian banyak atlet Tanah Air, nama Dwi Rahayu Pitri memang kalah gaungnya jika dibandingkan dengan sederet nama beken seperti Aldila Sutjiadi dan Priska Madelyn Nugroho sebagai sesama peraih medali emas SEA Games Kamboja 2023. Padahal, mereka menekuni olahraga yang serupa.
Jika Aldila dan Priska merupakan atlet tenis lapangan (lawn tennis), Dwi Rahayu adalah atlet soft tennis. Secara popularitas di Indonesia, tak bisa dipungkiri kalau soft tennis memang masih kalah dari tenis lapangan. Kendati demikian, wanita yang akrab disapa Ayang itu mengukir kisah perjuangan yang tak main-main. Sebab, dia meraih medali emas SEA Games 2023 dalam kondisi sakit.
Ayang datang ke Kamboja dalam kondisi yang kurang sehat. Sehari sebelum keberangkatan, dia diterpa sakit. Tubuhnya merasakan demam dan flu berat. Sampai-sampai, dia berpikir untuk mundur dari medan perang.
“Sehari sebelum berangkat itu saya sakit dan itu sempat membuat saya dan tim panik. Untungnya jadwal main perorangan itu terakhir. Jadi, didahulukan yang ganda sehingga saya ada waktu istirahat dan mungkin memang sudah jalannya. Namanya rejeki tidak lari kemana-mana,” kata Ayang ketika diwawancara Ludus.id di sela-sela Kejurnas Soft Tennis 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (12/7).
Bisa dibilang medali emas seperti sudah ditakdirkan jatuh ke tangan Ayang. Namun, tetap melewati perjuangan yang melelahkan.
Ayang harus mengalahkan rasa sakitnya sembari bertarung mengalahkan para lawan hingga sampai ke partai final. Di laga puncak, dia menumbangkan Bambi Zoleta asal Filipina untuk mengklaim medali emas tunggal putri di SEA Games 2023. Sementara, di nomor beregu, Dwi Rahayu dan kawan-kawan harus puas meraih medali perak lantaran kalah dari tim Filipina.
Bagi Ayang, ini menjadi medali emas keduanya di ajang SEA Games. Emas pertama dia raih 12 tahun lalu pada SEA Games 2011 di Indonesia dari nomor beregu putri. Kala itu, tim putri Indonesia yang beranggotakan Ayang, Wukirasih Sawondari, Maya Rosa, Septi Mende, dan Michele Julia Sanger sukses mengalahkan Thailand.
Maka, tak heran jika wanita kelahiran 15 Januari 1993 itu menempatkan kedua momen tersebut sebagai momen termanis dalam perjalanan kariernya sebagai atlet soft tennis. Sebab, keduanya memiliki cerita perjuangannya masing-masing yang mengiringi sukses wanita 31 tahun itu meraih podium tertinggi.
Pada SEA Games 2011, Ayang kala itu terbilang baru mendalami soft tennis. Sebelumnya, dia menggeluti tenis lapangan lantaran ayahnya merupakan pelatih tenis.
“Saya baru mulai soft tenis dari akhir 2010. Waktu itu sempat vakum (tenis lapangan) setelah lulus (diterima) D3 di UI, lalu sama orang tua dikenalkan ke pelatih soft tennis. Mainnya dulu di lapangan senayan,” kata Ayang.
“Belum lama latihan, saya dapat info ada seleksi timnas soft tennis buat ke SEA Games 2011. Saya ikut saja dan ternyata lolos sampai bisa dapat emas,” jelasnya.
Soft tennis pada SEA Games 2011 menjadi salah satu lumbung medali emas tim Indonesia. Mereka sukses menyapu bersih tujuh medali emas yang tersedia meski dengan persiapan yang terbilang mepet.
“Gak menyangka sebenarnya, saya juga bingung (bisa juara) karena waktu itu saya kan baru sebentar menekuni soft tennis. Yang pasti, dulu saya main nothing to lose saja jadinya gak ada beban. Ternyata, bisa dapat emas di beregu putri, perak di ganda, dan perunggu di tunggal,” ujar anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Sayangnya, soft tennis tak menjadi olahraga yang rutin digelar di setiap perhelatan SEA Games. Setelah 2011, soft tennis baru hadir lagi di SEA Games 2019 dan 2023.
12 tahun berselang, Ayang kembali lagi membela tim soft tennis Indonesia di ajang serupa. Namun, perjuangan Ayang kali ini bisa dibilang lebih berat ketimbang yang dirasakannya pada 2011.
Sebab, dia sudah sempat vakum setahun dari olahraga ini lantaran harus mengurus anak. Dia berusaha keras untuk mengembalikan kebugaran sebelum menjalani seleksi. Dan, itu bukan tugas yang mudah.
Kebetulan, suami dari Ayang, Prima Simpatiaji, juga menggeluti olahraga yang sama. Bahkan, berstatus pelatih timnas soft tennis putra. Kondisi tersebut, diakui Ayang, lebih memudahkan dia untuk kembali tampil kompetitif.
“Sebenarnya tidak terpikir bakal bisa ikut (SEA Games) lagi karena sudah vakum setahun untuk mengurus anak. Tapi, karena saya merasa gak enak kalau tidak berolahraga dan suami juga menggeluti bidang yang sama jadinya ya terbantu,” kata Ayang.
“Kemudian, saya dengar ada seleksi dan saya coba-coba untuk ikut. Selama persiapan, saya dilatih sama suami saya. Ternyata, saya lolos seleksi,” tutur dia.
Dan, seperti yang diketahui bersama, sisanya adalah sejarah. Ayang mengalahkan rasa sakit dan rasa rindu kepada anaknya untuk pulang ke Tanah Air dengan membawa prestasi tertinggi dan menggoreskan tinta emas.
Selain di SEA Games, Ayang juga berprestasi di Asian Games dengan membawa pulang medali perunggu soft tennis pada edisi 2018 di nomor tunggal putri.
Ayang mengajarkan kepada kita semua bahwa selalu ada pengorbanan di balik setiap perjalanan menuju kesuksesan. Semua itu tak ada yang didapat secara instan melainkan harus melewati tetesan keringat dan perjuangan.
Debut di PON XXI 2024 Aceh-Sumatera Utara
Selepas tampil di SEA Games dan Asian Games pada 2023 lalu, Ayang kembali mempersiapkan diri untuk turun bertanding di ajang multievent olahraga pada 2024 ini. Namun, kali ini levelnya nasional, yakni Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024 Aceh-Sumatera Utara, 8-20 September 2024.
Ya, untuk pertama kalinya di PON, soft tenis akan dipertandingkan di PON XXI 2024 Aceh-Sumatera Utara. Otomatis, Ayang juga bersiap untuk debut di pesta olahraga terbesar se-Indonesia tersebut.
Menjelang tampil di PON 2024, Pengurus Pusat Persatuan Seluruh Soft Tennis Indonesia (PP PESTI) mengadakan Kejuaraan Nasional (Kejurnas) 2024 yang dilakukan di Hotel Borobudur, Jakarta, 9-13 Juli 2024. Kejurnas ini diikuti 115 atlet dari 17 Provinsi di Indonesia yang menjadi try out jelang PON 2024.
Ayang menjadi salah satu peserta yang tampil di Kejurnas tahun ini. Dia turun membela tim Jawa Barat di nomor tunggal putri.
Meski berstatus sebagai uji coba jelang PON 2024, Ayang bersama tim Jabar sempat menjalani pemusatan latihan di Korea Selatan selama 10 hari.
“Sebenarnya ini semacam try out menuju PON tahun ini. Sebelum tampil di sini, tim Jabar menjalani TC (pemusatan latihan) di Korea pada akhir Juni. Menurut saya, kejurnas tahun ini lebih bagus pelaksanaannya, apalagi mainnya di Hotel Borobudur,” tutur Ayang.
Mengingat jarak Kejurnas dengan PON yang berdekatan, Ayang mengaku tak memiliki target khusus di turnamen ini. “(Target) gak ada, karena saya merasa persiapannya minim,” ungkap dia.
Bermain tanpa target nyatanya membuat Ayang tampil cukup tajam. Dia mampu mengakhiri Kejurnas 2024 dengan menempati peringkat ketiga.

Bela Jawa Barat di nomor tunggal putri, Dwi Rahayu Pitri raih perunggu di Kejurnas Soft Tenis di Jakarta pada pertengahan Juli 2024.
Cara ini juga yang ingin dia tiru di PON 2024 nanti. Lantaran dirinya sudah terbilang senior, dia tak ingin terbebani dengan target. Terpenting, dirinya mengeluarkan kemampuan terbaik saat tampil di pertandingan.
“Ini jadi PON pertama saya karena sebelumnya soft tenis tidak dipertandingkan. Makanya, saya tak mau menargetkan apa-apa di PON nanti, nothing to lose saja mainnya,” ucap Ayang.
Apa pun hasilnya, PON 2024 dipastikan bukan menjadi aksi terakhir Ayang. Jika masih memiliki kesempatan, dia ingin kembali membela Indonesia di SEA Games Thailand, 2025 mendatang.
Dia memahami jika harapannya itu tak mudah untuk diwujudkan. Apalagi, sudah banyak pemain muda yang bermunculan yang siap menggantikan posisinya.
Di satu sisi, Ayang bersyukur bahwa regenerasi soft tennis terus berjalan. Namun, dia juga ingin menunjukkan bahwa usia tak menjadi halangan bagi atlet untuk berprestasi.
“Dengan soft tennis yang menurut saya di Indonesia semakin maju, semakin banyak yang main, hal ini sangat bagus buat regenerasi pemain. Jadi, ke depannya bisa dibagi menjadi tim senior dan tim muda,” ujar Ayang.
“Dan, semoga saya masih bisa main di SEA Games 2025. Intinya, saya masih ingin terus bermain sesanggup saya,” tutup Ayang.