Kisah Petualangan Jose Rizal Partokusumo dari Berkuda hingga Taekwondo

Kredit foto: Ludus.id/Mohamad Indra Bangsawan
Jose Rizal Partokusumo bersama kuda berjenis Dutch Warmblood di JN Stud Stable, Caringin, Kabupaten Bogor.

Sebegitu cintanya Jose Rizal Partokusumo pada dunia olahraga. Sebelumnya, publik lebih mengenal Jose sebagai atlet taekwondo nasional. Namun, lebih mundur ke belakang, Jose juga pernah menjajal sepak bola, bulu tangkis, hingga cinta pertamanya yakni berkuda. Klub berkuda JN Stud miliknya bahkan sudah menelurkan atlet berlabel Asian Games.

Jose Kuda, begitu sapaannya hingga kini. Jose lahir di Jakarta pada 22 Januari 1966. Sejak kecil, Jose memanfaatkan dengan baik privilise yang didapat dari keluarganya.

Jose tumbuh di lingkungan keluarga yang menggilai olahraga. Orang tuanya menjejali Jose dengan berbagai macam cabang olahraga. Berkuda adalah cinta pertamanya. Bahkan, dia sudah menunggangi kuda poni sejak usia balita.

Kebetulan, sang Ayah memiliki stable (kandang kuda) di dekat rumah. Betapa girang Jose setiap kali dirinya menunggangi kuda poni kesayangan.

“Iya, dan di depan rumah saya itu stable waktu itu, kandang kuda besar jadi ada fasilitasnya ada kudanya, dan orang tua saya memelihara kuda, senang sama kuda. Jadi, orang tua saya sehari-hari mainnya sama kuda,” kata Jose kala ditemui Ludus.id di JN Stud, Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (21/7).

Tak hanya kuda, orang tua Jose juga menyediakan lapangan sepak bola dan bulu tangkis. Setiap kemudahan beserta fasilitas yang dia dapat digunakan untuk mengasah bakatnya. Tak ayal, Jose merupakan sosok yang piawai dalam segala macam cabang olahraga semasa kecilnya.

Namun, bukan sekadar untuk berhura-hura. Jose menggeluti setiap cabang olahraga itu dengan serius. Contohnya, Jose mengikuti turnamen bulu tangkis tingkat kecamatan.

Kiprah Jose di sepak bola bahkan lebih wangi. Jose menimba ilmu di SSB Merdeka Boys Football Association (MBFA) di usia sembilan tahun. Jose kemudian menjelma penyerang haus gol.

Ketika menduduki bangku SMP, Jose mewakili SSB-nya untuk ikut serta pada Kualifikasi Lion City Cup di Singapura. Nyaris mewakili timnas Indonesia kelompok U-14, cedera kemudian menghambat kebersamaan Jose bersama si kulit bundar.

“Pada waktu itu setelah kami lolos seleksi untuk Lion City Cup, (membawa nama) PSSI U-14, itu ada kejadian, saya waktu itu sebagai penyerang tengah, itu mainnya model kasar gitu ya, orang tua saya tuh khawatir,” tutur Jose.

“Sekali waktu saya pulang kaki saya bengkak, bengkaknya sampai saya gak bisa jalan, sejak itu orang tua saya gak memperbolehkan main sepak bola. ‘Kamu main sepak bola ya jangan sampai seperti ini,’ kata orang tua saya. Habis itu saya dialihkan ke olahraga lain,” lanjut Jose.

Sebagaimana kebanyakan remaja putra di era itu, Jose mengenal perkelahian jalanan kala duduk di bangku SMA. Namun, tidak seperti teman-temannya, Jose menyalurkan energinya ke hal yang lebih positif.

Di masa itulah, Jose dipertemukan dengan ekskul taekwondo. Rupanya, bakat Jose di cabang bela diri lebih harum semerbak. Jose langsung melaju ke final pada turnamen perdana yang dia ikuti.

“Mulai SMA jadi tahu mengenai tekniknya. Saya suka mengantar teman latihan taekwondo. Suatu hari ada kejuaraan, ‘ikut aja kejuaraan’. Nah, kejuaraan pertama saya itu saat penyisihan wilayah Jakarta Selatan, saya sampai ke final,” sambungnya menuturkan.

Dan, sisanya adalah sejarah, Jose menjadi atlet taekwondo yang disegani di tanah air. Pada 1984, Jose mulai mengikuti Kejuaraan Nasional Taekwondo. Setahun setelahnya, Jose menyumbang medali emas pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XI. Kemudian Jose dipanggil membela negara di pemusatan latihan nasional (pelatnas).

Menjadi taekwondoin sembari berkuda 

Semasa menggeluti taekwondo, Jose masih tidak melupakan cinta pertamanya pada berkuda. Uniknya, Jose kerap menyalurkan hobi berkuda sembari berkegiatan di pelatnas taekwondo.

“Nah, di pelatnas itu sehari libur (dalam sepekan). Setiap hari minggu. Sabtu itu kita latihan hanya setengah hari, pagi dan siang. Sore dan malam tidak ada program latihan. Biasanya kalau atlet-atlet Jakarta itu boleh pulang untuk acara keluarga, nah kalau acaranya saya itu tidak ke mana-mana, saya tetap di Pelatnas,” lanjut Jose.

Jose merelakan waktu bersama keluarganya demi mencurahkan rasa cintanya pada berkuda. Kebetulan, pelatnas Taekwondo kala itu bertempat di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, sehingga tak sulit bagi dia untuk mencari kuda sewaan.

“Pelatnasnya di daerah Puncak, saya nyewa kuda. Jadi, sudah ada langganan. Setiap sore dia datang bawa kudanya, nah sampai besoknya kuda ditaruh di tempat kami untuk disewa,” ujarnya lagi.

Sebagai atlet taekwondo profesional, tentu Jose harus senantiasa menjaga kondisi fisik. Namun, pelatih Taekwondo-nya saat itu tetap mengizinkan Jose untuk menyalurkan hobi berkuda.

Menurut pelatihnya saat itu, justru bagus bagi atlet untuk menjaga kondisi fisik. Berkuda adalah cara Jose berlatih mandiri menjaga kondisi fisiknya di luar taekwondo.

“Justru bagus ya, karena di berkuda ini semua elemen badan dari mulai kaki sampai kepala itu ada pergerakan dan otot otot kita betul-betul terjaga, saling menunjang,” ucap Jose.

“Tidak ada masalah, mereka tahu hobi saya dan mereka mendukung. Sampai di pelatnas, orang-orang mengenal saya sebagai Jose Kuda,” imbuhnya.

Usai pensiun sebagai atlet taekwondo, Jose kembali menunggangi kuda di kejuaraan bergengsi level nasional. Jose mewakili klub JN Stud miliknya sendiri di berbagai kejuaraan dalam kurun waktu tahun 2009 hingga 2014.

Kredit foto: Ludus.id/Mohamad Indra Bangsawan
Jose Rizal Partokusumo sudah mencintai cabang olahraga berkuda sejak usia balita.

Meski saat itu sudah berusia kepala empat, Jose rupanya justru menjadi peserta yang cukup diperhitungkan. Usia hanyalah angka, kondisi fisik Jose tak berkurang sedikit pun.

Bahkan, Jose mengalahkan atlet-atlet yang berusia jauh lebih muda. Salah satunya bahkan merupakan atlet yang kemudian berlaga di Asian Games. Ajang Kapolri Cup adalah salah satu kejuaraan yang berhasil dia juarai.

“Ya ada, alhamdulillah jadi enggak malu-maluin juga saya bisa compete walaupun di olahraga berkuda. Saya juara di tahun 2010, 2011 dan yang terakhir di 2014,” ujar pria yang memiliki tiga anak ini.

Membangkitkan gairah berkuda tanah air

Jose kemudian menuju kepengurusan PP Pordasi pada tahun 2011. Dirinya menjabat Ketua Equestrian Indonesia (Equina). Equina adalah federasi dari disiplin kuda ketangkasan yang dipayungi oleh PP Pordasi.

Kala itu, Equina membawahi sebanyak 49 klub dari seluruh penjuru tanah air. Sebagian kecil klub bergabung ke Equestrian Federation of Indonesia (EFI) di bawah National Federation (NF).

Kemudian usai gugatan banding Pordasi dikabulkan di CAS (Badan Arbitrase Olahraga Internasional), hak NF equestrian dipulangkan ke PP Pordasi menjelang Musyawarah Nasional (Munas) di tahun 2015. Di masa inilah Jose menduduki posisi Wakil Ketua Umum (Waketum) PP Pordasi hingga 2019.

Lalu pada tahun 2020, Jose menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Equestrian PP Pordasi. Di tahun yang sama, Jose sejatinya mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PP Pordasi. Namun, dia kalah suara dari saingannya kala itu, Triwatty Marciano.

Meski demikian, masa kepengurusan Jose adalah titik balik kebangkitan gairah berkuda di tanah air. Sebelum Jose menjabat, jumlah klub berkuda di Indonesia hanya berjumlah 23 klub. Selesai masa kepengurusannya, jumlah klub berkuda di Indonesia bertambah pesat menjadi 93 klub.

Alhamdulillah program yang dulu kita kerjakan tahun 2012 sampai 2019 hasilnya signifikan,” ucap Jose.

Kredit foto: Ludus.id/Mohamad Indra Bangsawan
Situasi kegiatan latian berkuda di JN Stud, Minggu (21/7).

Tak hanya di federasi, Jose juga membentuk klub berkuda sendiri, didirikan dengan nama JN Stud pada 2006. Jose menceritakan awal mula dirinya membentuk klub tersebut.

“Awalnya itu saya mulai punya satu kuda, kemudian nambah satu kuda lagi, kemudian mulai kepikiran bikin klub itu setelah saya coba impor kuda dari Belanda, waktu itu ada jantan, ada betinanya, saya pikir kalau ada berapa ekor, dan saya titipkan, satu biaya,” tutur Jose.

“Kemudian apa yang bisa saya sampaikan kurang bebas, dalam berimprovisasi dan melakukan apa-apa yang saya ketahui, sehingga saya coba bikin klub saja dulu. Saya juga mulai hire atlet, pelatih, sehingga klub ini mulai eksis di kancah nasional sampai ikut pertandingan,” sambungnya menambahkan.

JN Stud pun menjelma kawah candradimuka bagi atlet-atlet nasional. Sejumlah atlet nasional lahir di klub milik Jose, diantaranya Raymond Kaunang hingga Yanyan Hadiansyah.

Kredit foto: Instagram @yanyanhadiansah
Potret Yanyan Hadiansah, salah satu atlet berlabel Asian Games jebolan JN Stud.

Raymond mewakili Indonesia di SEA Games Kuala Lumpur 2017, sedangkan Yanyan Hadiansyah membela kontingen Merah Putih di ajang Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Keduanya berlaga di nomor equestrian.

“Lumayan banyak karena ada beberapa atlet yang kita bina, karena klub itu tidak menampilkan saya. Saya hanya bagian kecil dari klub,” kata Jose.

“Jadi kalau bicara klub, saya menyewa berapa atlet yang punya potensi, kita kembangkan, ikutkan event-event, pelatihnya sekalian, sehingga mereka bisa eksis di event-event klub nasional,” tutupnya.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.