Pelajaran Kasus Zhang Zhi Jie, Henti Jantung Mendadak Jadi Bahaya Laten bagi Atlet

Kredit foto: Instagram @bwf.official
Zhang Zhi Jie meninggal setelah sempat kolaps di lapangan pertandingan AJC 2024.

Atlet badminton Cina, Zhang Zhi Jie meninggal setelah sempat kolaps di lapangan kala berlaga dalam Asia Junior Championship 2024 di GOR Among Raga, Yogyakarta, Minggu (30/6). Pebulu tangkis 17 tahun itu dinyatakan henti jantung, sebuah situasi yang mengancam atlet.

Dalam konferensi pers sehari setelah tragedi menyesakkan tersebut, Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI Broto Happy menjelaskan situasi medis Zhang Zhi Jie.

“Kesimpulan pemeriksaan dan penanganan korban baik di RSPAU dr. S. Hardjolukito maupun di RSUD Dr. Sardjito menunjukkan hasil yang sama, yaitu korban mengalami henti jantung mendadak,” kata Broto.

Sebelum Zhang Zhi Jie, sudah ada beberapa kejadian serupa pada tahun-tahun lampau. Kolaps saat sedang bertanding dan kemudian tinggal nama. Selain itu, ada pula yang bisa selamat seperti pesepak bola asal Denmark, Christian Eriksen.

Henti jantung mendadak adalah kondisi ketika jantung seseorang berhenti berdetak dan tidak bekerja secara tiba-tiba. Merujuk pada situs Kemenkes, situasi ini dapat diartikan dalam hitungan detik aktivitas listrik dan pompa jantung berhenti mendadak dan menyebabkan seluruh sistem sirkulasi manusia kolaps atau tidak berjalan.

Orang yang mengalami henti jantung mendadak akan kehilangan kesadaran secara tiba-tiba dan jatuh.

Kredit foto: Instagram @badmintonasia.official
Kaus seragam tanding Zhang Zhi Jie dibawa para pemain Cina dalam lanjutan AJC 2024.

Atlet dipandang sebagai sosok yang sehat dan jauh dari beragam penyakit, namun henti jantung mendadak bisa menimpa siapa saja. Masih belum jelas mengapa kondisi fatal ini menghantui olahragawan yang tak pernah menunjukkan tanda dan gejala penyakit jantung.

Atlet dan henti jantung mendadak bak anomali. Di satu sisi olahraga adalah cara untuk meningkatkan kesehatan, termasuk menurunkan risiko penyakit jantung. Di sisi lain tetap ada kans seorang atlet tumbang lantaran sudden cardiac arrest.

Dilansir dari Bangkok Heart Hospital, henti jantung mendadak adalah penyebab kematian medis paling umum pada atlet dengan kejadian sekitar 1 banding 50.000 hingga 1 banding 300.000 per tahun. Itu dirangkum dari perkiraan 10 sampai 20 tahun terakhir.

Kredit foto: Unsplash
Ilustrasi jantung manusia yang memiliki peran besar dalam kelangsungan hidup.

Penyebab umum

Dalam sebuah data statistik di Amerika Serikat, dengan populasi sampel atlet di bawah 35 tahun, disebutkan penyebab umum henti jantung mendadak terjadi karena:

1. Kardiomiopati hipertrofik, suatu penyakit yang membuat otot jantung (miokardium) menjadi tebal secara tidak normal. Otot yang menebal membuat jantung sulit memompa darah secara efektif. Kasus ini mencapai 36%.

2. Anomali arteri koroner atau kelainan arteri koroner bawaan (sedari lahir). Kasusnya sebanyak 17%.

3. Kelainan aktivitas listrik yang dihasilkan otot jantung. Kasus ini terdapat sekitar 4%.

Selain itu ada penyebab lain yang memicu henti jantung mendadak dengan tanda-tanda seperti pusing mendadak, jantung berdebar, dan nyeri dada yang amat sakit.

Sementara untuk atlet berusia di atas 35 tahun, sebagian besar henti jantung mendadak disebabkan penyakit arteri koroner aterosklerotik (CAD).

Kemajuan teknologi dan alat kesehatan memungkinkan diagnosis dini, namun ada kalanya hasil dari pemeriksaan tidak memunculkan gejala-gejala tertentu. Lantaran hal tersebut, riwayat kesehatan lain termasuk dari keluarga diperlukan untuk mengevaluasi risiko henti jantung mendadak.

Pengujian dan penyaringan menjadi langkah awal yang krusial guna meminimalisasi kejadian tragis bagi seorang atlet.

Bagi atlet yang intens berlatih dan bertanding, tes kondisi tubuh menjadi hal yang wajib. Yang biasanya dilakukan adalah tes elektrokardiogram (EKG) atau mengukur aktivitas listrik detak jantung dan ekokardiogram yang digunakan untuk mengevaluasi aktivitas pemompaan jantung.

Selain pencegahan lewat penyaringan dan pengujian, yang tak kalah penting lainnya adalah tim medis yang siap siaga, punya kemampuan, dan dilengkapi alat mumpuni.

Kredit foto: Unsplash
Tenaga medis yang responsif menjadi salah satu faktor yang bisa berperan penting dalam penyelamatan atlet.

Defribilator eksternal otomatis menjadi salah satu perangkat yang bisa menjadi pilihan bagi tenaga medis untuk mendiagnosis situasi yang mengancam jiwa. Alat yang juga kerap disebut dengan Automated External Defribilator (AED) itu bisa memperbaiki irama jantung yang tidak normal menggunakan sengatan listrik.

Meski tak sering terjadi, kejadian henti jantung mendadak pada atlet menghadirkan rasa trauma. Terlebih jika terjadi pada sosok usia muda yang berpotensi memberi dampak besar pada keluarga, kerabat, penyedia layanan kesehatan, hingga masyarakat.


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.