Rudy Keltjes ‘Si Beckenbauer Indonesia’ Meninggal Dunia

Kredit foto: Instagram @persikab_bandung
Rudy Keltjes meninggal dunia pada Rabu 23 Oktober 2024.

Legenda sepak bola Indonesia, Rudy William Keltjes (72) meninggal dunia di Surabaya, Jawa Timur Rabu (23/10). Kabar tersebut menjadi duka mendalam bagi publik sepak bola Tanah Air.

Kabar lara itu diungkap Persikab Kabupaten Bandung melalui akun Instagram resmi mereka. Rudy Keltjes terakhir kali menjabat sebagai direktur Teknik klub berjuluk Laskar Dalem Bandung itu.

“Turut berbelasungkawa atas meninggalnya Sang Legenda Indonesia. Ruddy William Keltjes. Dedikasi dan inspirasimu di sepak bola tanah air akan selalu kami kenang,” tulis Persikab melalui Instagram.

Nama Rudy Ketjes di dunia sepak bola Indonesia bukan nama sembarangan. Dia tercatat pernah membesut beberapa klub besar Indonesia seperti Persebaya Surabaya, Persipura Jayapura, dan PSM Makassar.

Tidak hanya klub, Rudy Keltjes juga pernah mengarsiteki tim nasional usia muda. Dia menjadi pelatih Timnas Indonesia U-22 pada 2014 yang saat itu diisi pemain seperti Vicky Melano, Zalnando, Martinus Novianto, dan Rudolof Yanto Basna.

Berperan seperti Beckenbauer

Semasa masih aktif bermain, Rudy Keltjes adalah sosok gelandang bertahan yang pernah mencatatkan sejarah dalam dunia sepak bola Indonesia.

Tercatat pada era Galatama, Rudy sering disandingkan dengan Franz Beckenbauer, legenda Bayern Munchen dan Timnas Jerman, karena perannya sebagai bek modern sekaligus gelandang.

Keahlian Rudy dalam membaca permainan dan mengirim umpan-umpan terukur membuat dirinya menjadi pemain yang sangat menonjol di lapangan.

Selain piawai mendistribusikan bola, pria kelahiran Situbondo, 12 Februari 1952 itu juga punya tinggi badan 186 cm dan unggul secara fisik atas para lawannya.

Kredit foto: Facebook Opa Moehses
Rudy Keltjes saat bertandang ke Jakarta Bersama Persebaya dengan kereta api.

Rudy Keltjes menjadi sosok yang melegenda bagi Persebaya Surabaya, terutama saat dia membawa Bajul Ijo (julukan Persebaya) meraih gelar juara kompetisi Perserikatan PSSI pada 1977.

Pada laga final di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Rudy mencetak gol penting yang memastikan kemenangan Persebaya atas Persija Jakarta.

“Saya mencetak gol ketiga dengan solo run dari belakang. Saat itu, posisi saya libero, dan saya berhasil melewati Oyong Liza dan Suaeb Rizal,” kenang Rudy Keltjes dalam wawancaranya di channel YouTube Pinggir Lapangan.

Karier Rudy di sepak bola nasional dimulai saat dia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di sebuah pabrik gula di Situbondo dan bergabung dengan Suryanaga, klub internal Persebaya, pada 1975.

Keputusan ini diambil setelah mendengar pertandingan antara Persebaya dan Ajax melalui siaran radio, yang memotivasi dirinya untuk mengejar karier sepak bola profesional.

Sebelumnya, nama Rudy Keltjes sudah mulai dikenal di Jawa Timur setelah berhasil membawa Situbondo Junior mencapai final Piala Soeratin 1972, meskipun akhirnya harus mengakui keunggulan Persija Jakarta.

Setelah laga tersebut, sejumlah klub besar seperti Warna Agung, Jayakarta, dan Angkasa mulai mendekati Rudy Keltjes. Namun, Rudy Keltjes lebih memilih untuk memperkuat Persebaya Surabaya.

Selama memperkuat Persebaya, Rudy Keltjes juga berkesempatan bermain melawan klub-klub internasional, termasuk Grasshopper dari Swiss. Kariernya semakin gemilang ketika ia bergabung dengan Niac Mitra pada tahun 1979, dan berhasil membawa klub tersebut meraih dua gelar juara Galatama pada musim 1980-1982 dan 1982-1983.

Kredit foto: Istimewa
Rudy Keltjes (belakang) saat masih berseragam Niac Mitra ketika melawan Arsenal.

Selain itu, Rudy Keltjes juga membawa Niac Mitra meraih gelar bergengsi dalam turnamen Aga Khan di Bangladesh pada 1979, dengan mengalahkan klub asal China, Liaoning, melalui adu penalti.

Rudy Keltjes juga menjadi langganan Timnas Indonesia berkat penampilannya yang konsisten di Niac Mitra. Pada 1983, setelah membawa Niac Mitra meraih gelar juara untuk kedua kali, Rudy memutuskan pindah ke Yanita Utama bersama rekan-rekannya, Joko Malis dan Yudi Suryata.

Bermain di Yanita Utama, Rudy Keltjes mendapatkan kontrak besar senilai Rp15 juta dan gaji bulanan sebesar Rp600 ribu, jumlah yang sangat besar pada masa itu. Dia melengkapi koleksi gelarnya dengan membawa Yanita Utama meraih dua trofi juara Galatama berturut-turut pada 1984 dan 1985.

Setelah melalui masa kejayaan sebagai pemain, Rudy Keltjes kembali ke Niac Mitra untuk berperan sebagai asisten pelatih, mendampingi M. Basri. Kembali ke Niac Mitra, Rudy Keltjes turut mengantarkan klub tersebut meraih gelar juara pada musim 1987-1988.

Karier cemerlangnya baik sebagai pemain maupun pelatih membuat nama Rudy Keltjes abadi dan kabar duka yang datang saat ini juga menjadi kehilangan mendalam bagi sejarah sepak bola Indonesia.

Selamat jalan, Opa Rudy! (Gerry Anugrah Putra)


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.