Siapa Pantas Jadi Ketua Umum PSSI, Ini Kata Joy, Kesit dan Towel

Ini Kata Para Pengamat Sepak Bola!

Foto: PSSI

Sepak bola nasional tidak sedang baik-baik saja. Blur. Tak jelas. Begitu kesimpulan yang terangkum dari pendapat banyak orang. Nasib sepak bola Indonesia akan ditentukan dalam hitungan jam. Sebab, tak lama lagi, sepak bola Indonesia akan memilih sosok tepat, yang akan mengubah sepak bola nasional menjadi baik-baik saja dalam Kongres Luar Biasa Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (KLB PSSI), yang akan digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (16/2/23), mulai pukul 09.00 WIB.

Momentum bersejarah akan segera tercipta. Lima sosok yang bersiap untuk menjadi orang nomor satu di sepak bola Indonesia, nasibnya akan segera ditentukan oleh para voters. AA Lanyalla Mahmud Mattaliti, Arif Putra Wicaksono, Doni Setiabudi,Erick Thohir dan Fary Djemy Francis calon pemimpin baru di federasi sepak bola Indonesia.

Dari kelima nama itu, ada satu nama yang memutuskan mundur, sehari jelang KLB, yaitu Fary Djemy Franscis. Tapi jumlah total dari para kontestan kongres tetap 5, sebab belum adanya kabar resmi yang diterima oleh Komisi Pemilihan (KP) soal kemunduran Fary, sehingga tidak mengubah komposisi kontestan dalam kongres.

Amir Burhanuddin, selaku ketua KP, menegaskan sejauh ini pihaknya tidak menerima informasi atau pun dokumen secara resmi yang mengatakan bahwa Fary Djemy Franscis telah mundur dari kontestasi di KLB PSSI. Amir juga memastikan jumlah kontestan yang terdaftar dalam pemilihan calon ketua umum, calon wakil ketua umum, serta calon anggota komite eksekutif masih dalam jumlah yang sama ketika KP melakukan penetapan terhadap para calon. Kabar kemunduran Fary diiringi pula dengan pernyataannya yang akan mengalihkan dukungan kepada salah satu calon ketua umum yaitu Erick Thohir. Kabar ini pun menjadi kejutan jelang kongres luar biasa PSSI. Bagaimana tidak, karena sejatinya semua calon akan bertarung pada KLB besok.

Mereka, para calon, akan dipilih oleh jumlah total pemilik hak suara sebanyak 87 peserta. Para voters ini terdiri dari perwakilan klub liga 1, 2 dan 3, Asosiasi Provinsi (AsProv PSSI dari 34 Provinsi, Asosiasi Klub Sepak Bola Wanita, Federasi Futsal Indonesia, Asosiasi Wasit, Asosiasi Pemain dan Asosiasi Pelatih. Untuk klub, mereka merupakan peserta yang tercatat bermain di liga yang sebelum kongres ini berlangsung, bagi liga 1 ada 18 klub, Liga 2 16 klub, dan Liga 3 16 klub.

Panasnya kontestasi untuk kursi nomor satu di PSSI yang ditentukan lewat KLB kali ini pun tidak lepas dari kacamata para pengamat. Apalagi pada kongres kali ini terdapat beberapa nama yang berasal dari ranah pemerintahan. Kondisi ini pun membuat berbagai pertanyaan mencuat, apakah KLB PSSI tahun ini rawan intervensi pemerintah? Lalu mau dibawa kemanakah PSSI ke depan?

Tiga pengamat sepak bola Indonesia, yang juga komentator sepak bola di beberapa stasiun televisi nasional, adalah wartawan-wartawan senior, yang tidak diragukan lagi kredibilitasnya untuk berbicara soal bagaimana sosok ketua umum PSSI dan timnya untuk membawa sepak bola Indonesia dalam jalur yang baik dan benar.

Inilah rangkuman pemikiran Anton Sanjoyo atau dikenal dengan pangilan Joy, Kesit Budi Handoyo, yang juga Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DKI Jaya dan Tommy Welly atau biasa dipanggol dengan bung Towel.

Ini sudah di bahas sejak nama mereka muncul ya, yang paling popular pasti Erick Thohir lah, dan banyak orang berharap dari dia. La Nyalla dengan segala backgroundnya, dia juga figur prominen (menonjol), ketua DPD kan, dan dia juga pernah jadi ketua umum PSSI walaupun enggak lama.

Tapi kalau saya sih masalahnya bukan soal figur, masalahnya siapa pun ketua umum PSSI, kan yang memilih Exco (Komite Eksekutif) itu voters kan? Nah sementara kan ketua umum PSSI ini ikon aja, simbol dia, dan orang seperti Erick Thohir atau La Nyalla apa mungkin tiap hari nongkrong di PSSI, nongkrongin exco-exco yang bukan dipilih oleh dia. Banyak juga exco lama yang betul-betul tidak berprestasi kan? Yunus Nusi, Hasani Abdulgani, Ahmad Riyadh, itu kan enggak ada prestasinya sama sekali, bahkan mereka itu kan bertanggujawab pada tragedi kanjuruhan kan?

Jadi sebetulnya hopeless kalau saya, lebih ke skeptic lah. Karena apa mungkin Erick Thohir dengan segala kemampuan dia, finansial, kemampuan politik, juga La Nyalla dengan semua kemampuan dia, apa mungkin mengendalikan PSSI day by day operation? Dan menyerahkan kepada exco-exco yang notabene tidak dia pilih?

Jadi apa yang mau kita harapkan dari pemilihan sekarang ini? Engga ada juga gitu loh. Kecuali ada kongres luar biasa yang agendanya sudah ditentukan. Ini kan kongres luar biasa ini, inisiatifnya datang dari exco kan. Kalo inisiatifnya dari exco, agendanya itu disusun oleh exco, oke, dan itu tidak bisa berubah.

Jadi kalau sekali lagi saya ditanya apa ke depannya? PSSI tetap saja menurut saya sih, ya seperti-seperti ini dan prestasi Indonesia, kalau prestasi itu kan Timnas senior ya, di level internasional ya enggak akan pernah beranjak, sampai kapan pun kita enggak akan pernah menang AFF lah, SEA Games lah, apa segala macam itu kita enggak akan, karena yang ngurus orang-orang yang menurut saya mungkin mereka kompeten pada bidangnya, mereka pebisnis, politisi, pengusahalah, apalah, tapi ngurus bola enggak ada yang bener gitu loh, karena mereka ini jadi ketua umum PSSI, jadi Exco, bukan panggilan hidup mereka, bukan panggilan jiwa mau memajukan sepak bola.

Kalau saya sih tetap tidak banyak berharaplah pada KLB kali ini. Karena yang kerja kan Exco. Sebetulnya kalau kita lihat struktur di PSSI, yang namanya ketua umum sebetulnya kan dia tuh pemimpinnya Exco, yang mengendalikan organisasi sebetulnya kan Sekjen, bukan Exco. Kan yang dipilih kemarin sama Iwan Bule itu Yunus Nusi, dia kan Exco.

Harusnya, sekjen ini dipilih orang profesional karena dia motor organisasi, nah tapi siapa sekjen yang mampu mengendalikan exco-exco itu. Kan struktur organisasinya tidak memungkinkan. Kalau saya dihire sebagai sekjen gitu ya, dan profesional, kan saya harus bisa mengendalikan secara organisasi, saya yang paling tinggi di situ bersama dengan ketua umum. Ya tapi ketumnya yang milih juga voters gitu. Saya harus mengendalikan itu sebagai profesional, dua hari frustasi.

Nah itu yang akan terjadi di PSSI sampai kapan pun kalau AD/ART mereka yang merujuk kepada statute FIFA tidak diubah dalam struktur organisasi dan tata cara pemilihan exco. Menurut saya sampai kapan pun Indonesia bapuk aja gitu loh bolanya, yak arena diurus sama orang-orang yang tidak kompeten.

Kalau bicara background dari kelima calon yang ada itu memang rata-rata punya background di olahraga. Misalnya pak Erick, memang walaupun basicnya bukan bola tapi beliau kan orang olahraga, dia pernah KOI, kemudian beliau menggeluti basket, pernah jadi Presiden Inter. Kemudian pak La Nyalla Mattalitti juga pernah tugas sebagai ketum PSSI, Arief Wicaksono juga tokoh muda yang menurut saya punya banyak gagasan gitu ya, dan ini kan bukan yang pertama kali si Arief maju jadi ketua. Kemudian ada Bung Doni Setiabudi ya, tokoh muda juga yang menurut saya punya kapabilitas untuk mengurus sepak bola karena dia punya area pembinaan lah ya di bandung, kan dia punya lapangan bola, dia punya liga yang di Bandung yang dibuat.

Ya artinya dari sisi kapasitas semuanya menurut saya memenuhi persyaratan, cuma kan memang pekerjaan rumah di PSSI itu sangat luar biasa beratnya karena memang pondasi kita nih masih rapuh gitu ya. Kalau misal masyarakat itu seperti pesimistis, saya pikir wajar-wajar saja ya untuk melihat siapa nanti sosok yang pantas memimpin PSSI.

Tapi ya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, yang lima ini memang sudah siap maju yakan, punya pengalaman masing-masing, punya kelebihan masing-masing, ya kemudian nanti bagaimana konsep-konsep yang mereka bawa untuk mengembangkan atau memajukan sepakbola Indonesia. Kan dia nanti juga enggak sendiri ya, kan nanti ada eksekutif komite yang juga harus mendampingi dia dan itu harus orang-orang yang betul-betul punya kapasitas juga gitu. Kita enggak tahu nih yang 12 nanti siapa, karena kan calon exco ini banyak, nah belum tahu nantinya siapa yang bakal terpilih yang 12 orang itu.

Walau pun dalam statuta di FIFA tidak ada larangan ya bahwa, seorang pejabat negara kemudian boleh mencalonkan diri atau tidak boleh, artinya kan tidak ada aturan yang menyebutkan mereka tidak boleh. Tapi kalau kita lihat masuknya orang-orang pemerintah, ada Erick Thohir bahkan ada wakil menteri dalam negeri juga kan untuk jabatan wakil ketua umum, ada ketua DPD Pak La Nyalla, bahkan Menpora juga rela turun kelas gitu ya dari seorang menteri dia rela untuk fight jadi wakil ketua umum, ya saya pikir secara enggak langsung itu sudah ada intervensi dari pemerintah, cuma mainnya cantik gitu loh.

Ya sekarang gini, kalau misalkan calonnya itu orang-orang pemerintah, berhadapan dengan pejabat negara, pastikan ada rasa sungkan. Beda kalau misalnya ketemunya dengan Arief yang jadi calon ketua umum, atau dengan Dony atau Pak Farry Francis atau Pak Gede misalnya, pasti kan beda. Ketika Anda di undang menteri gitu, pastikan Anda sungkan, mau enggak mau kan jabatan yang melekat itu mengganggap psikologis, apalagi kemudian diinstruksikan, secara enggak langsung, pastikan ada rasa sungkan. Ya sebenarnya ini yang saya sebut ada intervensi dalam tanda kutip gitu loh. Intervensi secara enggak langsung gitu.

Kalau kita lihat, dari problem-problem yang ada dari sepak bola Indonesia, ya memang sebenarnya kan pemerintah pengen masuk ya kan, dari berbagai persoalan yang ada pemerintah sebenarnya pengen masuk cuma kan enggak bisa.

Nah caranya bagaimana? Caranya dengan yang sekarang begini, ada pemilihan ikut, gitu loh. Dan diharapkan pada saat KLB ini mereka bisa masuk ke sana, ya mungkin nanti akan lebih mudah, misalnya, ini kan ada Inpres (Instruksi Presiden) nih sejak tahun 2019 umurnya udah empat tahun itu kan enggak jalan-jalan, padahal kan Inpres itu melibatkan 15 kementerian, termasuk TNI Polri di situ.

Tidak ada PSSI di dalamnya karena kan ini instruksinya ke kementerian, PSSI kan stakeholder yang harus dirangkul sama Kemenpora, kan begitu. Yang jadi mitranya Kemenpora ya PSSI, makanya ada Menpora di situ.

Memang kalau di Inpres dia tidak bisa dimasukkan karena dia bukan bagian dari pemerintah karena kan instruksi presiden itu bisa diberikan kepada menteri-menterinya.

Nah Menpora bagiannya untuk merangkul ke PSSI kan gitu. Jadi kalau misalnya ada keinginan pemerintah untuk cepat-cepat menjalankan inpres ini, ya sebenarnya sudah bisa ditebak sih arahnya. Ya memang sudah bisa ditebak. Karena kan nanti ketika sudah masuk Inpres ini bisa terwujud, jadi kalau sampai enggak terwujud juga ya menurut saya kebangetan.

Jadi sekali kagi memang secara enggak langsung, intervensi pemerintah itu, saya melihat ada, sebenarnya kelihatan banget, cuma karena tidak ada aturan yang melarang bahwa seorang pejabat negara tidak boleh ikut dalam konstelasi pemilihan ketua umum PSSI, ya mereka maju, maju saja.

Kalau misalnya, ada Menpora nih, minta PSSI ‘ini enggak bisa nih, ini harus gini’ nah itu enggak boleh. Misalnya pemerintah memaksakan diri untuk menaruh orangnya di sana itu enggak boleh. Jadi harus mengikuti prosedur yang berlaku, seperti ikut pemilihan, memenuhi persyaratan, menjalankan pemilihan, jadi begitu.

Tanpa mengecilkan calon ketua umum yang lain, kontestasi untuk calon ketua umum hanya akan mengerucut pada dua sosok, yaitu La Nyalla Mataliti versus Erick Thohir, seperti itu. Nah persaingannya, kontestasinya akan ketat, akan sangat terbuka jika lapangan kontestasinya steril.

Apa maksudnya steril? Bebas dari intervensi lah ya, Intervensi kekuasaan atau pemerintah. Maksudnya apa? Intervensi terhadap voters, maksudnya gitu. Jadi kita berharap, KLB PSSI besok benar-benar dalam koridor olahraga, dalam koridor sepak bola gitu loh. Tidak campur aduk dengan persoalan atau pengaruh politik. Itu harapannya.

Meski kita tahu bahwa kontestasi ini juga aroma politiknya kuat. Misalnya, ada menteri yang jelas pembantu presiden kan begitu, baik itu menteri Erick Thohir maupun menteri Amali yang sekadar untuk menjadi wakil ketua umum kan. Belum juga ada wakil menteri lain lah John Wempi Wetipo. Jadi harapannya, kontestasinya, lapangan kontestasinya steril dari intervensi kekuasaan atau pemerintah, terutama terhadap voters, kan begitu.

Nah kenapa saya sebut voters? Karena voters menjadi sosok yang paling menentukan, untuk masa depan sepak bola Indonesia, masa depan PSSI di periode empat tahun mendatang. Jadi harapannya pada voters adalah mereka harus berani keluar dari penguasaan, atau diatur, atau dikendalikan atau diatur-atur oleh orang-orang lama atau geng lama.

Siapa geng lama itu? Exco-exco lama yang track recordnya sudah kita tahu, gitu loh, yang publik bola sudah tahu track record negatifnya. Jadi kita berharap voters bisa lebih independen, bisa secara merdeka menentukan sikapnya, tanpa harus terus diremote, dikendalikan, diatur-atur oleh geng lama lah istilah saya.

Jadi harus berani keluar dari remote mereka, diatur-atur oleh mereka jika ingin ada perubahan. Perubahan sepak bola Indonesia, perubahan organisasi sepak bola Indonesia, PSSI bisa terjadi jika voters berani keluar dari situasi itu, situasi dikendalikan, situasi diatur-atur.

Jadi saya berharap kontestasi besok berlangsung dalam koridor sepak bola, dlaam koridor olahraga, fairplay, respect, unity ujungnya, sesuai dengan nilai-nilai dari sepak bola itu sendiri. Patokannya adalah semua statuta PSSI dan Statuta FIFA kan begitu. Ya kalau dalam pemilihan, tentu patokannya adalah kode pemilihan.

Dua-duanya (Erick dan La Nyalla) punya kapasitas, tentu di area yang berbeda. La Nyalla punya keuntungan karena pernah masuk di PSSI, sebagai ketua umum meski kurang beruntung karena ada situasi politik yang tidak menguntungkan, saat itu kan dibekukan. Tapi sebelumnya, di periode sebelumnya kan sudah jadi wakil ketua umum, dan La Nyalla sudah membuktikan, kalau La Nyalla. ekosistem sepak bola nasional dia pahami. Termasuk pernyatannya kan sikat mafia sepak bola itu memang bukan lips service karena sudah dia tunjukkan sewaktu dia pernah ada di PSSI, di periode 2013 sampai 2015, itu dia tunjukkan.

Erick Thohir? Tentu punya segudang pengalaman tapi terutama internasional, gitu. Jadi saya pikir, dua sosok ini punya standing point yang sama kuatlah, makanya saya berharap kontestasinya steril dari pengaruh campur tangan politik atau kekuasaan, supaya menjadi fairplay dan sportif pertarungannya, atau kontestasinya.

Tapi satu hal lagi bahwa PSSI tidak Cuma harus bicara soal sosok, bahwa leadership penting, iya, leadership ketua umum penting iya betul. Tetapi PSSI karena harus dikelola oleh Exco secara kolektif kolegial, kan begitu.

Maka, bukan cuma lokomotifnya saja yang harus kuat, gerbong yang dibawanya juga harus kuat, dalam hal ini gerbong exconya harus kuat. Nah di situlah nanti yang bakal kelihatan. Kalau di gerbong exco itu masih ada exco-exco lama yang busuk, yang track recordnya negatif, menurut saya itu yang akan mencederai harpaan publik bola.

Itu kuncinya. Karena apa? Karena selama ini pergantian, hanya melihat pergantian lokomotifnya saja. Kita tahu misalnya di dua periode terakhir, Edy Rahmayadi, apa kurang tegas, lugas dan beraninya Edy Rahmayadi karena pada saat itu adalah Pangkostrad akhirnya juga kan bisa keluar dari PSSI tuh, belum tuntas pada waktunya Edy Rahmayadi. Begitu juga Iwan Bule, yang polisi jenderal bintang tiga, juga tidak sampai periode waktunya gitu loh.

LAPORAN: Kurniawan Fadilah


Suka dengan artikel ini?

Bagikan Artikel ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.