
Liga Champions UEFA memasuki pekan ketiga, tarian duo samba menjadi menu utama. Vinicius Junior mengamuk bersama Real Madrid, sedangkan Raphinha tertawa gembira bersama Barcelona. Keduanya kompak mencetak hattrick dan menumbangkan duo raksasa Jerman bersama tim masing-masing.
Pada Rabu (23/10) dini hari WIB, sekilas tampak tak ada yang istimewa dari permainan Real Madrid pada babak pertama saat menghadapi Borussia Dortmund di Santiago Bernabeau, Madrid. Los Blancos kekurangan kreativitas.
Sementara Die Borussen tampil agresif dengan Jamie Binoe-Gittens dan Julian Ryerson yang bermain cukup melebar. Julian Brandt menjadi orkestrator atas melodi sang wakil Jerman di lini tengah, sedangkan Donyell Malen bermain ke dalam.
Sementara itu, Luka Modric tak leluasa mengalirkan bola lantaran dikawal ketat Marcel Sabitzer. Hasilnya, Real Madrid tertinggal dua gol lebih dulu di paruh pertama. Kebobolan dua gol tanpa balas membuat publik tak mengira Real Madrid bisa mendulang tiga poin di rumah sendiri.
Terlebih, mereka tertimpa sial saat peluang Rodrygo dan Jude Bellingham membentur mistar dua kali beruntun di menit ke-37. Namun menyaksikan Real Madrid lagi-lagi membuktikan bahwa tidak menyaksikan laga sampai selesai bukanlah tindakan yang tepat.
Pada babak kedua, tuan rumah memanfaatkan kesalahan pergantian pemain Dortmund dengan cermat. Pelatih Dortmund, Nuri Sahin melakukan blunder taktik yang cukup fatal.
Atmosfer gila Bernabeau yang bising tiada henti seolah membuat arsitek berpaspor Turki ini ketakutan. Dia pun menarik keluar aktor penting tim asuhannya demi menurunkan pemain bertahan.
Duet pencetak gol Dortmund di babak pertama kompak ditarik keluar. Bynoe-Gittens digantikan bek tengah Waldemar Anton di menit ke-57. Hanya berselang tujuh menit usai pergantian pemain ini, Real Madrid langsung bangun dari tidurnya dengan melancarkan serangan-serangan sporadis.
Alhasil dua gol tercipta lewat tandukan Antonio Rudiger dan tembakan Vinicius. Papan skor yang tiba-tiba imbang dengan cepat membuat rasa merinding kian menggerogoti Nuri Sahin. Pria yang pernah membela Real Madrid semasa aktif bermain itu pun kembali melakukan keputusan konyol.
Donyell Malen turut ditarik keluar pada menit ke-64, digantikan Pascal Gross yang merupakan seorang gelandang berkarakter bertahan. Dua pergantian pemain ini membuat Real Madrid kian leluasa menyerang, sebab pemain Dortmund bertipe pekerja keras, yang sedari awal aktif melakukan counterpress di kedua sisi sayap, sudah tidak ada di lapangan.

Dortmund kemudian mengubah pola bertahan dari yang semula 4-4-2 menjadi 5-2-3. Sementara pola menyerang dengan 2-3-5 tidak lagi diperagakan Dortmund di paruh kedua.
“Aneh melihatnya sekarang, atau di masa lalu. Dia (Vinicius) membawa energi, intensitas dan karakter. Itu adalah penampilan yang luar biasa.”
Di kubu Madrid, sang pelatih, Carlo Ancelotti mengubah pola serangan dari 4-3-3 menjadi 3-2-5. Hal ini untuk menyamai jumlah pemain Dortmund di sisi terdepan. Vinicius dan Lucas Vazquez bermain melebar untuk membuka opsi umpan.
Adapun Kylian Mbappe, Rodrygo dan Jude Bellingham mengacak-acak lini tengah lewat pergerakan tanpa bola mereka. 10 menit terakhr pertandingan adalah mimpi buruk bagi Dortmund.
Real Madrid membalikkan kedudukan lewat Lucas Vazquez yang memanfaatkan blunder Brandt pada menit ke-83. Kemudian Madrid kian menggila lewat aksi Vinicius.
Vinicius tampil mengerikan dengan kualitas individu yang tiada dua. Pada menit ke-86, Vinicius melancarkan serangan balik seorang diri dengan melakukan solo run dari area timnya hingga ke depan kotak penalti Dortmund.
Tidak ada satu pun pemain Dortmund yang mampu menghentikan Vini. Placed shot yang dilesakkan Vinicius pun tak mampu dibendung kiper Dortmund, Gregor Kobel.
Memasuki menit tambahan waktu, Vinicius melewati tiga pemain Dortmund, lagi-lagi seorang diri. Dia kemudian menutup pesta Madrid dengan skor 5-2, menjadikan dirinya sebagai sosok yang lebih dari layak untuk memenangkan Ballon d’Or edisi terdekat.
“Tidak biasa melihat seorang pemain bermain seperti itu di babak kedua. Aneh melihatnya sekarang, atau di masa lalu. Dia (Vinicius) membawa energi, intensitas dan karakter. Itu adalah penampilan yang luar biasa,” puji Ancelotti dilansir laman resmi klub.
“Dia (Vinicus) akan memenangkan Ballon d’Or, tetapi bukan karena apa yang dia lakukan malam ini, melainkan apa yang dia lakukan sepanjang tahun lalu, dalam membantu kami memenangkan Liga Champions. Tiga gol ini akan membantu dia meraih Ballon d’Or berikutnya,” tandas Ancelotti.
Sementara itu di Catalonia
Beralih ke sang rival abadi, Barcelona bukanlah tim yang diunggulkan ketika berhadapan dengan Bayern Muenchen. Rekor pertemuan menunjukkan bahwa Barca lebih sering menjadi bulan-bulanan.
Namun pertunjukan di Estadi Olympic Lluis Companys pada Kamis (24/10) dini hari WIB adalah hal yang berbeda. Pelatih Barcelona, Hans-Dieter Flick, yang pernah menukangi Bayern, sudah paham betul karakter bermain mantan tim asuhannya.

Meski kini sudah ditangani Vincent Kompany, Bayern tetap mempertahankan gaya pressing kolektif agresif. Flick pun memanfaatkan hal ini untuk memancing para pemain Bayern ke daerah timnya sehingga tercipta ruang lebar di garis tinggi pertahanan lawan.
Menariknya, taktik ini langsung bekerja di menit awal laga. Para pemain Bayern bergerak sporadis menyerbu siapa pun pemegang bola. Alhasil Raphinha bergerak bebas di garis di antara pertahanan Bayern. Eks pemain Leeds United itu pun tak kesulitan kala berhadapan satu lawan satu dengan Manuel Neuer.
Bayern sempat mampu menyamakan kedudukan di menit ke-18 berkat sontekan Harry Kane. Selanjutnya, Bayern berusaha tidak memakan umpan pressing Barcelona dan menerapkan blok menengah.
Namun, kesalahan Bayern dalam mengantisipasi duel udara membuat Barcelona kembali unggul lewat Robert Lewandowski di menit ke-35. Sisanya adalah panggung bagi Raphinha.
Raphinha memiliki anugerah bernama kecepatan dan kecermatan dalam mengekspos ruang di pertahanan Bayern. Rekan-rekannya di Barcelona pun tak ragu mengirim umpan kepadanya. Ditambah, Bayern asuhan Kompany memiliki masalah dalam mengantisipasi bola panjang.
Serupa dengan gol Lewandowski, gol Raphinha di penghujung babak pertama lagi-lagi tercipta lewat umpan panjang. Pemain berusia 27 tahun itu juga memiliki kemampuan penyelesaian akhir yang amat mumpuni sehingga tetap mampu melesakkan gol meski dijepit Dayot Upamecano dan Raphael Guerrero.
“Saya tidak pernah punya pemain seperti Raphinha (sepanjang karier kepelatihan) karena dia sangat dinamis dengan dan tanpa bola. Kecepatannya fantastis.”
Pada babak kedua, tertinggal dua gol membuat Bayern kembali mengulangi kesalahan pada gol pertama. Ambisi Bayern untuk memperkecil kedudukan membuat mereka enggan kehilangan momentum serangan dan terus menekan saat kehilangan bola.

Hasilnya, Raphinha lagi-lagi berlari tanpa pengawalan berarti. Upamecano dan Kim Min-jae sudah kalah cepat. Raphinha menerima umpan matang Lamine Yamal dan berlari membawa bola ke kotak penalti Bayern seorang diri. Neuer lagi-lagi tak mampu menghentikan penyelesaian klinis Raphinha.
“Saya tidak pernah punya pemain seperti Raphinha (sepanjang karier kepelatihan) karena dia sangat dinamis dengan dan tanpa bola. Kecepatannya fantastis,” ujar Flick usai pertandingan, dipetik The Athletic.
“Dia (Raphinha) memiliki dinamika yang baik saat menguasai bola dan ia telah memainkan pertandingan yang luar biasa. Dinamika menyerang dan bertahannya, serta tekniknya yang baik, merupakan sesuatu yang istimewa. Saya tidak pernah memiliki pemain seperti dia dan ia banyak membantu kami,” tandasnya.
Pengantar manis menuju El Clasico
Vinicius dan Raphinha akan saling bertarung pada pekan 11 Liga Spanyol 2024-2025 di Santiago Bernabeau, Madrid, Minggu (27/10) dini hari WIB. Duel ini akan amat menarik mengingat duo Brasil tersebut memiliki atribut yang cukup identik.
Baik Vinicius maupun Raphinha sama-sama memiliki kecepatan dan penyelesaian akhir klinis. Keduanya juga memiliki visi dalam mengekspos ruang di pertahanan lawan dengan pergerakan tanpa bola.
Secara rekor pertemuan, Barcelona cukup inferior sejak April 2023 silam. Pada empat pertemuan terakhir di segala kompetisi, Barelona selalu menderita kekalahan.
Namun, Blaugrana yang sekarang bukanlah yang dulu. Di bawah tangan dingin Flick, Barcelona terlahir kembali sebagai raksasa mematikan. Produktivitas gol Barcelona di sepanjang musim ini cukup membuktikan hal tersebut.
Di segala kompetisi musim ini, Barcelona total sudah mengemas sebanyak 44 gol! Bahkan semenjak kekalahan dari Osasuna pada akhir September 2024 silam, Barcelona selalu menang dengan selisih tiga gol atau lebih.
“Kemenangan ini (atas Bayern) memberi kami keyakinan untuk percaya pada kualitas kami untuk pertandingan yang akan datang pada hari Sabtu. Dengan level yang telah ditunjukkan tim kami, Anda dapat mencapai hal-hal hebat. Kami bermain dengan penuh keberanian,” tutur Flick dipetik BeIn Sports.
“Tim ingin belajar, dan kami akan belajar dari hal-hal yang tidak kami lakukan dengan baik. Kami memiliki satu hari lebih sedikit dari Real Madrid untuk mempersiapkan diri menghadapi Clasico tetapi semua pemain ingin memainkan pertandingan ini. Kami akan mempersiapkan diri dengan baik dan siap,” pungkasnya. (Ilham Sigit Pratama)